Jumat, 16 Desember 2011

Math

Post cerpen lama gua nih :D
tentang matematika.
kalo udah baca, kasih kritiknya disini atau boleh juga ke sini :)



ilustrasi : google.com


MATH

Aku terdiam, menatap 7 soal matematika ini. Pasti ini yang namanya checkmate, tidak ada langkah yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan sang raja. Dari tujuh nomor, aku hanya bisa menjawab dua nomor, dua nomor itu pun aku ragu entah benar atau salah. Tapi yang pasti, soal logaritma ini semakin meremukkan tulangku, menguras habis stamina otakku yang memang
sedikit, dan membakar kalori hingga akhirnya membuatku lemas laksana cupang di tengah gurun saat musim panas.
Sejenak, kulihat semua wajah teman sekelasku, ada yang sibuk, entah sibuk mengolah angka atau sibuk mengolah kesempatan untuk mengalahkan soal-soal ini. tapi yang pasti, aku sudah tidak ada harapan untuk bisa mencontek, karena harapan itu telah musnah, hancur, dan terpuruk di lapisan litosfer yang terbawah saat aku melihat panjangnya jalan untuk memetik hasil dari soal logaritma yang bercabang-cabang ini. jadi aku musnahkan saja harapan untuk mencari jawaban tanpa cara.
Para lelaki di kubu timur kelas pun sepertinya mengalami kondisi yang sama denganku. Raut wajah mereka menunjukan mereka sangat kepayahan dalam menghadapi cengkraman logaritma yang sakti mandraguna. Persetan dengan matematika, gurunya saja hampir tidak becus dalam menyebarkan ilmu, entah karena dia malas atau dia tidak punya ilmu untuk dibagikan kepada kami yang haus akan pengetahuan.
Aku baru sadar kenapa kancil bisa menipu harimau, juga kenapa nelayan jaman dahulu bisa membaca arah dengan peta langit dan kenapa kota troya yang kokoh sekuat karang bisa tahkluk oleh para tentara yunani, pasti karena mereka cerdas. Ilmu adalah harta, warisan, bahkan senjata. Dan sekarang, kami tidak memiliki senjata yang cukup untuk menghadapi soal logaritma ini.
Sesaat menjelang waktu bertempur sudah habis, aku menghela nafas. Aku teringat kata-kata guru agama kami ‘setelah kita berusaha dan berdoa maka hendaknya kita tawakkal, berpasrah diri kepada Allah SWT’. Kata-kata itu melayang di sekitar kepalaku, berputar, lalu masuk dan mengikat di dalam otak kecilku, membuatku semakin berusaha menerima sesosok kenyataan yang buruk rupa tentang bagaimana nilaiku nanti. Guru pengawas itu persis seperti burung hantu; diam, tenang, menunggu kami yang sekarat ini untuk melakukan sebuah kesalah kecil yang akan berakibat fatal, yaitu lembar jawaban kami pasti akan jadi mangsanya dan efeknya akan membantai habis nilai dalam raport semester ganjil kami.
Pada akhirnya deringan bel pertanda waktu habis telah berbunyi. Bunyi itu meraung melolong-lolong, menggema dan membuat panik seisi kelas yang terbius oleh buah simalakama bernama logaritma ini. bunyi itu juga menjadi pertanda nilai matematika ku kali ini akan lebih terpuruk jauh dari sebelumnya saatku masih menjajal pelajaran matematika di SMP. Belakangan ini aku akhirnya tahu, kalau aku memiliki banyak teman seperjuangan, yang hanya menjawab 1 atau 2 dari 7 soal. Yah walaupun hanya ada 6 orang yang mendapatkan ‘ceplok telor’ di lembar ujian matematika yang pertama kali di jenjang putih abu-abu ini, aku berusaha menerima pelukan pahit takdir, dimana aku tak bisa lari apabila tak ada usaha untuk menggali ilmu lebih dalam lagi.

3 comment:

Dita Hyun Rin mengatakan...

baguuss kak jauh ama punya saya.hehehe
kata - katanya suka bangeet. kakak penggemar sastra juga?

Dyah Januarti mengatakan...

iya dek. kak taufik hebat dalam sastra. cerpennya bagus-bagus. bu ida juga bilang gitu. jarang ada orang kaya dia. gitu katanya.

*gue promosiin lu tuh pik !

Taufik Amirullah mengatakan...

@dita : bagusan bikinan kamu kali de .__.
@dije : waah tengkyu banget lah je, jadi terbang nih haha

Posting Komentar