Assalamualaikum 

jumpa lagi dengan ane, bang admin 

iseng dikit nih mau share coret-coretan ane beberapa hari yang lalu
sebenernya sih ini mau dikirim entah kemana ama ade kelas ane, sebut saja DitaHyunRin

tapi berhubung ga ada kabar, ane post aja deh 

ane masih newbie banget nih, jadi kritik dan saran dari kalian bisa bikin ane hasilin karya (halah
) yang lebih baik lagi 


komentar, kritik, saran dan pendapat kalian bisa langsung ditumpahin disini atau di fb ane, disini.
bisa juga via pm buat para kaskuser ke ID prime atau ID klonengan ane
thanks
bisa juga via pm buat para kaskuser ke ID prime atau ID klonengan ane

thanks


source : Google.com
Memori dan
Mimpi
created by : amirruii
Sang
surya berjalan perlahan, menuju singgasananya. Pesonanya hangatkan ranah yang
telah sesak dipenuhi pribumi yang tengah bertransaksi. Genangan air di berbagai
tempat di lokasi pasar pagi ini melukiskan birunya langit yang sedikit ternoda
oleh kumpulan uap air yang mengapung di udara. Seiring gerimis pergi terusik
sang angin, selempang tujuh warna menjuntai indah akibat sorot hangat mentari
dari ufuk timur. Beragam jenis mahkluk laut yang kurang beruntung akibat
tersangkut dalam jerat maut jala nelayan terpampang rapih di berbagai kios
pedagang. Begitu pula dengan kaum unggas yang malang. Mereka ditumpuk dalam
sebuah box kecil, menunggu ajal mereka menjemput di ujung bedog jagal milik
sang pedagang yang setia melayani tuannya memenuhi permintaan para konsumen.
Tatap nanar bersambut senyum
bahagia para penjagal yang mendapat uang untuk
memenuhi hidup anak dan istri yang setia menunggu di rumah.
Kuhela
nafasku, memandangi ekosistem pasar tradisional buatanku dalam sebuah program
pembuat animasi di laptop 14” milikku. Entah kenapa gambar yang kubuat ini
mengingatkanku saatku masih tinggal di kota yang berada di sebelah timur sisi
Ibukota tercinta Negara ini. Suasana fajar itu begitu melekat, bersama
bayang-bayang diriku, sosok muda penjaga warung tempatku bercengkrama, dan
jalan-jalan kecil berliku yang bermuara
pada jalan besar yang menopang truk-truk sampah menuju tempat pembuangan akhir.
Aku
menekan 2 tombol bersamaan, membuatku mengganti program aktif di layar LED
laptopku. AutoCAD kini bersarang rapih di taskbar, tersingkir oleh Windows
Image Viewer akibat kombinasi kuat tombol alt dan tab. Kini di hadapanku
terpampang bukti masa laluku dalam bentuk jpeg. Foto seorang wanita hampir
separuh baya yang menggenggam tangan seorang anak lelaki keriting yang sedang
tersenyum menunjukkan giginya yang mungil. Mereka berdiri di depan sebuah
gerbang indah yang tersusun oleh mozaik batu kali yang berukuran sebesar mesin
ketik era 90an. Ini kenanganku saat masih mengenyam pendidikan di sekolah itu.
Kurekam gambar itu dalam otakku yang mungil, lalu kembali kupanggil AutoCAD
untuk membantuku lukiskan suasana masa laluku dalam bentuk animasi. Apa ini?
Laptopku hang? Kenapa layarnya menjadi putih? Ah silau!
Dimana
ini? Aku menatap sekeliling, berusaha menjawab pertanyaanku sendiri. Ini aku 11
tahun yang lalu! Tubuhku menciut, pandanganku tidak kabur seperti biasa,
rambutku masih lurus, lebat terawat. Aku mengenakan seragam putih hijau cerah
dengan sepatu basket berwarna hitam. Apa ini mimpi? Kucari jawabanku sambil
berjalan memasuki gedung besar di hadapanku. Pandanganku merayapi setiap hasta
dinding gedung sekolah ini, hingga akhirnya aku menabrak seorang pria besar.
Pria parlente dengan kumis lebat dan berpakaian putih dan dasi merah menjuntai
ke perutnya yang buncit. Dia mencengkram lenganku, menyeretku sepanjang koridor
gedung ini. Aku melewati tatapan nanar para kawan masa kecilku yang kini sudah sangat berbeda. Aku benci
dipermalukan seperti ini, rasanya seolah mereka melihat seorang pembunuh berdarah
dingin yang berhasil dibekuk oleh aparat penegak keadilan. Tatapan yang
terpancar dari mata mungil mereka memenuhi rongga dadaku, membuatku sesak.
Inikah rasanya malu? Hingga akhirnya aku disuruh duduk di berhadapan dengan
pria itu. Dia mengatur lampu mejanya, menyorot wajahku. Sinarnya setajam
belati, menusuk retina mataku. Silau!
Kupalingkan
wajahku, di hadapanku terpampang lemari yang pintunya penuh lubang akibat
menjadi sasaranku berlatih lempar pisau. Hey, ini kamarku! Tadi itu mimpi? Apa
ini yang mimpi? Otak kecilku seolah retak, membuatku bingung dengan keadaan
yang sebenarnya terjadi. Laptopku masih menyala, dengan AutoCAD yang diikuti
tulisan Not Responding di belakangnya. Task Manager kupanggil. Sudah tugasnya
untuk mengusir program yang enggan bekerja. Ah tidak! Project animasiku belum
sempat kusimpan dalam hardisk laptopku! Aku tertunduk lesu. Tidak mudah untuk
membuat animasi satu mahkluk hidup, apalagi membuat animasi satu ekosistem
seperti itu dimana komponen abiotik dan biotik berdampingan.
Kutenggak
kopi hitamku untuk memacu jantungku lebih keras. Aku berusaha terjaga mengingat
tugas ini harus selesai esok hari. Aku berdiri, bangkit dari kursi rotanku yang
membuatku terbuai. Kupejamkan mata, menarik nafas sedalam-dalamnya, berusah
mensuplai oksigen ke dalam otakku. Saat kubuka mata, apalagi ini?! ini mimpi?
Oh tidak, tidak!
Tendangan
keras melayang menghantam rusuk kiriku. Aku terpental. Sorak sorai penonton
mengguncang stadium olahraga ini. Aku melihat sekeliling, berusaha temukan diriku.
Dimana aku? Lagi-lagi tendangan menghantamku. Kali ini diafragmaku tepat kena,
membuatku tersungkur. Aku ingat, ini pertandingan kejuaraan nasional! Aku di
Lampung! Kubalas pria yang berasal dari sebelah timur pulau jawa itu dengan
tendangan. Tak cukup membuatnya mundur, kuhantam lagi dari samping. Dia
terpental. Masih belum! Kucengkram lehernya, lalu kuhempaskan tubuhnya. Sorak
sorai kembali bergemuruh. Inikah nikmatnya kemenangan? Laksana seorang singa
jantan yang tengah berhasil mengusir pejantan lemah yang berusaha masuk ke
tertorialnya dengan mengaum keras, aku tertawa penuh kebanggan. Meski begitu,
tawaku kalap ditelan gemuruh histeria massal penikmat pertarungan bela diri
tradisional ini. Segera aku berjalan keluar dari arena, penuh kebanggaan yang
melekat erat pada pundakku.
Aku
tersenyum sumringah, menatap hasil karyaku di laptop. Akhirnya, animasi
sepanjang 15 menit itu berhasil kubuat. Aku membuat cerita dalam cerita, mirip
konsep yang pernah diterapkan dalam film Inception, dimana mereka bermimpi di
dalam mimpi. Aku meregangkan otot syarafku, bersiap mengirim file mp4 ini ke
email dosen tempatku mengais ilmu desain grafis di salah satu universitas
terkemuka di negeri seribu pulau ini. Segera kupanggil Google Chrome, dan
mengunjungi kurir pesan di era modern ini, yahoo. Tak sabar aku menantikan
dosen yang sudah berkepala 5 itu melukiskan huruf A dalam kertas nilaiku. Untuk
tugas asistensi kali ini, aku dapat tersenyum puas menikmati hasil kolaborasi
mimpi, masa lalu, dan teknologi buatanku.
~TAMAT~
5 comment:
Ini mah udah ga diragukan lagi kak... KEREEEN!!!
@dita : keren? kerenan bikinan kamu de -,-
keren pik bahasanyaaa...
tapi gue kurang ngerti maksud jalan ceritanya sebelum lo jelasin.
hhehehee
@Dije : sama je, gua juga bingung pas bikin ini cerita wkwkwk
wlwkwkwwkkw
Posting Komentar