Senin, 02 Juli 2012

Kisah Singkat Sang Animator

        Assalamualaikum :)
jumpa lagi dengan ane, bang admin :malu:
iseng dikit nih mau share coret-coretan ane beberapa hari yang lalu
sebenernya sih ini mau dikirim entah kemana ama ade kelas ane, sebut saja DitaHyunRin:matabelo:
tapi berhubung ga ada kabar, ane post aja deh :cool:
ane masih newbie banget nih, jadi kritik dan saran dari kalian bisa bikin ane hasilin karya (halah :hammer:) yang lebih baik lagi :)
        komentar, kritik, saran dan pendapat kalian bisa langsung ditumpahin disini atau di fb ane, disini.
bisa juga via pm buat para kaskuser ke ID prime atau ID klonengan ane  :hammer:
thanks :malu:




source : Google.com


Memori dan Mimpi
                                                                                           created by : amirruii 

                Sang surya berjalan perlahan, menuju singgasananya. Pesonanya hangatkan ranah yang telah sesak dipenuhi pribumi yang tengah bertransaksi. Genangan air di berbagai tempat di lokasi pasar pagi ini melukiskan birunya langit yang sedikit ternoda oleh kumpulan uap air yang mengapung di udara. Seiring gerimis pergi terusik sang angin, selempang tujuh warna menjuntai indah akibat sorot hangat mentari dari ufuk timur. Beragam jenis mahkluk laut yang kurang beruntung akibat tersangkut dalam jerat maut jala nelayan terpampang rapih di berbagai kios pedagang. Begitu pula dengan kaum unggas yang malang. Mereka ditumpuk dalam sebuah box kecil, menunggu ajal mereka menjemput di ujung bedog jagal milik sang pedagang yang setia melayani tuannya memenuhi permintaan para konsumen. Tatap nanar bersambut senyum
bahagia para penjagal yang mendapat uang untuk memenuhi hidup anak dan istri yang setia menunggu di rumah.

                Kuhela nafasku, memandangi ekosistem pasar tradisional buatanku dalam sebuah program pembuat animasi di laptop 14” milikku. Entah kenapa gambar yang kubuat ini mengingatkanku saatku masih tinggal di kota yang berada di sebelah timur sisi Ibukota tercinta Negara ini. Suasana fajar itu begitu melekat, bersama bayang-bayang diriku, sosok muda penjaga warung tempatku bercengkrama, dan jalan-jalan kecil  berliku yang bermuara pada jalan besar yang menopang truk-truk sampah menuju tempat pembuangan akhir.

                Aku menekan 2 tombol bersamaan, membuatku mengganti program aktif di layar LED laptopku. AutoCAD kini bersarang rapih di taskbar, tersingkir oleh Windows Image Viewer akibat kombinasi kuat tombol alt dan tab. Kini di hadapanku terpampang bukti masa laluku dalam bentuk jpeg. Foto seorang wanita hampir separuh baya yang menggenggam tangan seorang anak lelaki keriting yang sedang tersenyum menunjukkan giginya yang mungil. Mereka berdiri di depan sebuah gerbang indah yang tersusun oleh mozaik batu kali yang berukuran sebesar mesin ketik era 90an. Ini kenanganku saat masih mengenyam pendidikan di sekolah itu. Kurekam gambar itu dalam otakku yang mungil, lalu kembali kupanggil AutoCAD untuk membantuku lukiskan suasana masa laluku dalam bentuk animasi. Apa ini? Laptopku hang? Kenapa layarnya menjadi putih? Ah silau!

                Dimana ini? Aku menatap sekeliling, berusaha menjawab pertanyaanku sendiri. Ini aku 11 tahun yang lalu! Tubuhku menciut, pandanganku tidak kabur seperti biasa, rambutku masih lurus, lebat terawat. Aku mengenakan seragam putih hijau cerah dengan sepatu basket berwarna hitam. Apa ini mimpi? Kucari jawabanku sambil berjalan memasuki gedung besar di hadapanku. Pandanganku merayapi setiap hasta dinding gedung sekolah ini, hingga akhirnya aku menabrak seorang pria besar. Pria parlente dengan kumis lebat dan berpakaian putih dan dasi merah menjuntai ke perutnya yang buncit. Dia mencengkram lenganku, menyeretku sepanjang koridor gedung ini. Aku melewati tatapan nanar para kawan masa kecilku yang  kini sudah sangat berbeda. Aku benci dipermalukan seperti ini, rasanya seolah mereka melihat seorang pembunuh berdarah dingin yang berhasil dibekuk oleh aparat penegak keadilan. Tatapan yang terpancar dari mata mungil mereka memenuhi rongga dadaku, membuatku sesak. Inikah rasanya malu? Hingga akhirnya aku disuruh duduk di berhadapan dengan pria itu. Dia mengatur lampu mejanya, menyorot wajahku. Sinarnya setajam belati, menusuk retina mataku. Silau!

                Kupalingkan wajahku, di hadapanku terpampang lemari yang pintunya penuh lubang akibat menjadi sasaranku berlatih lempar pisau. Hey, ini kamarku! Tadi itu mimpi? Apa ini yang mimpi? Otak kecilku seolah retak, membuatku bingung dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Laptopku masih menyala, dengan AutoCAD yang diikuti tulisan Not Responding di belakangnya. Task Manager kupanggil. Sudah tugasnya untuk mengusir program yang enggan bekerja. Ah tidak! Project animasiku belum sempat kusimpan dalam hardisk laptopku! Aku tertunduk lesu. Tidak mudah untuk membuat animasi satu mahkluk hidup, apalagi membuat animasi satu ekosistem seperti itu dimana komponen abiotik dan biotik berdampingan.

                Kutenggak kopi hitamku untuk memacu jantungku lebih keras. Aku berusaha terjaga mengingat tugas ini harus selesai esok hari. Aku berdiri, bangkit dari kursi rotanku yang membuatku terbuai. Kupejamkan mata, menarik nafas sedalam-dalamnya, berusah mensuplai oksigen ke dalam otakku. Saat kubuka mata, apalagi ini?! ini mimpi? Oh tidak, tidak!

                Tendangan keras melayang menghantam rusuk kiriku. Aku terpental. Sorak sorai penonton mengguncang stadium olahraga ini. Aku melihat sekeliling, berusaha temukan diriku. Dimana aku? Lagi-lagi tendangan menghantamku. Kali ini diafragmaku tepat kena, membuatku tersungkur. Aku ingat, ini pertandingan kejuaraan nasional! Aku di Lampung! Kubalas pria yang berasal dari sebelah timur pulau jawa itu dengan tendangan. Tak cukup membuatnya mundur, kuhantam lagi dari samping. Dia terpental. Masih belum! Kucengkram lehernya, lalu kuhempaskan tubuhnya. Sorak sorai kembali bergemuruh. Inikah nikmatnya kemenangan? Laksana seorang singa jantan yang tengah berhasil mengusir pejantan lemah yang berusaha masuk ke tertorialnya dengan mengaum keras, aku tertawa penuh kebanggan. Meski begitu, tawaku kalap ditelan gemuruh histeria massal penikmat pertarungan bela diri tradisional ini. Segera aku berjalan keluar dari arena, penuh kebanggaan yang melekat erat pada pundakku.

                Aku tersenyum sumringah, menatap hasil karyaku di laptop. Akhirnya, animasi sepanjang 15 menit itu berhasil kubuat. Aku membuat cerita dalam cerita, mirip konsep yang pernah diterapkan dalam film Inception, dimana mereka bermimpi di dalam mimpi. Aku meregangkan otot syarafku, bersiap mengirim file mp4 ini ke email dosen tempatku mengais ilmu desain grafis di salah satu universitas terkemuka di negeri seribu pulau ini. Segera kupanggil Google Chrome, dan mengunjungi kurir pesan di era modern ini, yahoo. Tak sabar aku menantikan dosen yang sudah berkepala 5 itu melukiskan huruf A dalam kertas nilaiku. Untuk tugas asistensi kali ini, aku dapat tersenyum puas menikmati hasil kolaborasi mimpi, masa lalu, dan teknologi buatanku.

~TAMAT~

5 comment:

Dita Hyun Rin mengatakan...

Ini mah udah ga diragukan lagi kak... KEREEEN!!!

Taufik Amirullah mengatakan...

@dita : keren? kerenan bikinan kamu de -,-

Dyah Januarti mengatakan...

keren pik bahasanyaaa...
tapi gue kurang ngerti maksud jalan ceritanya sebelum lo jelasin.
hhehehee

Taufik Amirullah mengatakan...

@Dije : sama je, gua juga bingung pas bikin ini cerita wkwkwk

pepino mengatakan...

wlwkwkwwkkw

Posting Komentar